Forest Is Our Home, Until We Do not Deplete the Forest, For the Forest is The Most Important And Most Important In Life. Let Us Keep And We Both Forest Preserve Nature, And Our Environment, Sustainable Feels When Awake And We're Watching Beautiful Regards Sustainable ...
Sabtu, 25 Januari 2014
Aktivitas
Jika berkunjung ke TNGP, banyak kegiatan yang dapat dilakukan,
tergantung minat, kemampuan fisik, waktu dan kondisi keuangan yang anda
miliki. Rekreasi dan pendakian merupakan aktivitas yang paling populer
dilakukan pengunjung di TNGP. TNGP juga melayani program seperti
rekreasi dengan pemanduan, pendakian oleh grup dengan pemanduan,
pendidikan konservasi dan lingkungan untuk anak sekolah, kelompok
pecinta alam, masyarakat umum, kemping, dan lain-lain.TNGP juga
menawarkan penggunaan ruang dan akomodasi untuk rapat dan pertemuan oleh
organisasi atau perusahaan dengan suasana alam pegunungan yang nyaman
dan sejuk. Bagi yang ingin melakukan penelitian, fotografi, pembuatan
film (komersial), TNGP merupakan tempat yang sangat cocok, namun ada
persyaratan dan perijinan yang harus dilakukan. Silahkan bertanya
kepada petugas di Balai TNGP tentang persyaratan dan perijinan.
Obyek Yang Dapat Dilihat Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Di kawasan TNGP, pengunjung dapat melihat dan menikmati air terjun,
telaga kecil, sungai yang mengalir deras, dan kekayaan keanekaragaman
hayati di hutan pegunungan rendah atau kesunyian dari hutan pegunungan
yang rapuh. Bagi siapa yang ingin mendaki ke puncak, akan disuguhi
pemandangan menakjubkan dari kawah-kawah semi aktif dengan keperkasaan
dinding-dinding kawah, atau menikmati kelembutan dari rerumputan
pegunungan.
Akses
Ada 6 pintu wisata menuju kawasan TNGGP yaitu: Cibodas, Gunung Putri, Bodogol, Cisarua, Selabintana dan Situgunung.

Pintu masuk Cibodas, Gunung Putri dan Selabintana merupakan akses utama menuju puncak Gunung Gede dan Pangrango. Pintu masuk Situgunung merupakan pintu menuju Danau Situgunung yang sangat sesuai untuk rekreasi keluarga. Sedangkan, Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol dengan jembatan kanopi sepanjang 400 m memiliki daya tarik bagi pengunjung dan masyarakat umum yang ingin berekreasi dengan merasakan keindahan hutan hujan tropis. Cisarua juga pintu masuk yang dekat dari Jakarta, mempunyai fasilitas untuk kemping yang cocok bagi keluarga, anak sekolah dan kelompok-kelompok pecinta alam.
Pintu Masuk Dengan Mobil Pribadi Dengan Transportasi Umum
Cibodas
Berjarak 100 km dari Jakarta. Dapat ditempuh melalui Jalan Tol Jagorawi dan keluar di Tol Ciawi. Di pertigaan Ciawi, ambil jurusan Puncak – Bandung. Setelah 7,6 km dari Puncak Pass Hotel, setelah Outlet DSE, belok ke kanan tepat pada pertigaan di Paragajen (Papan Nama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ada disebelah kiri jalan). Jalan lurus kira-kira 3 km dan sampai pada portal pintu Gerbang Wisata Cibodas, dan disini ada restribusi (mobil dan kendaraan roda dua Rp.3000,- dan setiap penumpang Rp. 1000,-/orang). Tidak jauh dari portal ini, anda menemukan kantor Taman Nasional Gunung Gede Pangrango disebelah kanan. Dengan bis umum dari Bogor – Bandung, Jakarta – Bandung yang lewat Puncak. Turun di Pertigaan di Paragajen, dekat Outlet DSE. (Pertigaan ini disebut Pertigaan Cibodas, dan papan nama TNGP disebelah kiri jalan). Dari pertigaan, anda naik angkot warna kuning (Cibodas, Rarahan) dengan ongkos Rp. 2000 per orang sampai di pintu gerbang TNGP. Tarif ojek sampai ke pintu gerbang kantor TNGP Rp. 6000,-.
Guung Putri Terletak 15 km dari Cibodas. Pengunjung dapat menuju lokasi ini dari Cipanas dengan jarak kira-kira 7 km. Lokasi Kemping Bobojong di Gunung Putri berjarak 1 km jalan kaki dari terminal angkot di Gunung Putri. Pengunjung harus naik angkot dari terminal Cipanas ke Gunung Putri dengan ongkos Rp. 3000,- /orang.
Selabintana Berjarak 10 km atau 30 menit dari Sukabumi, melewati jalan perkebunan teh dan kebun sayur. Pintu masuk Selabintana yaitu di Pondok Halimun berada di Cipelang. Dari terminal bis Sukabumi dengan minibus menuju pusat kota dan kemudian ganti kendaraan dengan minibus yang menuju Pondok Halimun.
Situgunung
Pintu masuk Situgunung terletak kira-kira 70 km atau 1.5 jam dari Bogor. Dari Bogor, ambil jurusan Sukabumi dan kemudian berbelok di Cisaat menuju Situgunung. Situgunung terletak di sebelah selatan kawasan Taman Nasional. Akses cukup bagus. Dari Jakarta atau Bogor, ambil bis jurusan Jakarta – Sukabumi – Cisaat. Jika dari terminal Sukabumi, naik minibus yang menuju Cisaat, dan sampai di Cisaat, ambil minibus menuju Situgunung, yang berjarak 10 km.
Bodogol
Dari Bogor ke pintu masuk Bodogol, ambil jurusan Sukabumi dan turun di Lido (kira-kira 25km). Dari Lido menuju desa Bodogol kira-kira 4km, dan dari desa Bodogol menuju PPKAB kira-kira 3 km melalui jalan berbatu, dan disarankan menggunakan kendaraan roda 4 dengan gardan ganda. Dengan menggunakan bis atau mini bus dari Bogor dengan ongkos Rp. 5,000-/orang. Dari Lido anda dapat menggunakan motor ojek menuju resort Bodogol dengan ongkos Rp. 5,000-/orang. Dari resort Bodogol, anda dapat mengunakan ojek sampai PPKAB.
Cisarua
Pintu gerbang Cisarua berjarak kira-kira 14 km atau 20 menit dari Ciawi dengan mobil. Menuju pintu gerbang akses cukup bagus dengan jalan aspal. Dari Ciawi, gunakan minibus menuju terminal Pasir Muncang, dan dari terminal ini sewa ojek menuju pintu masuk Cisarua.
Catatan:
Kantor Balai TNGGP, pusat informasi (visitor center) dan tempat pendaftaran pendakian berlokasi di Cibodas.

Pintu masuk Cibodas, Gunung Putri dan Selabintana merupakan akses utama menuju puncak Gunung Gede dan Pangrango. Pintu masuk Situgunung merupakan pintu menuju Danau Situgunung yang sangat sesuai untuk rekreasi keluarga. Sedangkan, Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol dengan jembatan kanopi sepanjang 400 m memiliki daya tarik bagi pengunjung dan masyarakat umum yang ingin berekreasi dengan merasakan keindahan hutan hujan tropis. Cisarua juga pintu masuk yang dekat dari Jakarta, mempunyai fasilitas untuk kemping yang cocok bagi keluarga, anak sekolah dan kelompok-kelompok pecinta alam.
Pintu Masuk Dengan Mobil Pribadi Dengan Transportasi Umum
Cibodas
Berjarak 100 km dari Jakarta. Dapat ditempuh melalui Jalan Tol Jagorawi dan keluar di Tol Ciawi. Di pertigaan Ciawi, ambil jurusan Puncak – Bandung. Setelah 7,6 km dari Puncak Pass Hotel, setelah Outlet DSE, belok ke kanan tepat pada pertigaan di Paragajen (Papan Nama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ada disebelah kiri jalan). Jalan lurus kira-kira 3 km dan sampai pada portal pintu Gerbang Wisata Cibodas, dan disini ada restribusi (mobil dan kendaraan roda dua Rp.3000,- dan setiap penumpang Rp. 1000,-/orang). Tidak jauh dari portal ini, anda menemukan kantor Taman Nasional Gunung Gede Pangrango disebelah kanan. Dengan bis umum dari Bogor – Bandung, Jakarta – Bandung yang lewat Puncak. Turun di Pertigaan di Paragajen, dekat Outlet DSE. (Pertigaan ini disebut Pertigaan Cibodas, dan papan nama TNGP disebelah kiri jalan). Dari pertigaan, anda naik angkot warna kuning (Cibodas, Rarahan) dengan ongkos Rp. 2000 per orang sampai di pintu gerbang TNGP. Tarif ojek sampai ke pintu gerbang kantor TNGP Rp. 6000,-.
Guung Putri Terletak 15 km dari Cibodas. Pengunjung dapat menuju lokasi ini dari Cipanas dengan jarak kira-kira 7 km. Lokasi Kemping Bobojong di Gunung Putri berjarak 1 km jalan kaki dari terminal angkot di Gunung Putri. Pengunjung harus naik angkot dari terminal Cipanas ke Gunung Putri dengan ongkos Rp. 3000,- /orang.
Selabintana Berjarak 10 km atau 30 menit dari Sukabumi, melewati jalan perkebunan teh dan kebun sayur. Pintu masuk Selabintana yaitu di Pondok Halimun berada di Cipelang. Dari terminal bis Sukabumi dengan minibus menuju pusat kota dan kemudian ganti kendaraan dengan minibus yang menuju Pondok Halimun.
Situgunung
Pintu masuk Situgunung terletak kira-kira 70 km atau 1.5 jam dari Bogor. Dari Bogor, ambil jurusan Sukabumi dan kemudian berbelok di Cisaat menuju Situgunung. Situgunung terletak di sebelah selatan kawasan Taman Nasional. Akses cukup bagus. Dari Jakarta atau Bogor, ambil bis jurusan Jakarta – Sukabumi – Cisaat. Jika dari terminal Sukabumi, naik minibus yang menuju Cisaat, dan sampai di Cisaat, ambil minibus menuju Situgunung, yang berjarak 10 km.
Bodogol
Dari Bogor ke pintu masuk Bodogol, ambil jurusan Sukabumi dan turun di Lido (kira-kira 25km). Dari Lido menuju desa Bodogol kira-kira 4km, dan dari desa Bodogol menuju PPKAB kira-kira 3 km melalui jalan berbatu, dan disarankan menggunakan kendaraan roda 4 dengan gardan ganda. Dengan menggunakan bis atau mini bus dari Bogor dengan ongkos Rp. 5,000-/orang. Dari Lido anda dapat menggunakan motor ojek menuju resort Bodogol dengan ongkos Rp. 5,000-/orang. Dari resort Bodogol, anda dapat mengunakan ojek sampai PPKAB.
Cisarua
Pintu gerbang Cisarua berjarak kira-kira 14 km atau 20 menit dari Ciawi dengan mobil. Menuju pintu gerbang akses cukup bagus dengan jalan aspal. Dari Ciawi, gunakan minibus menuju terminal Pasir Muncang, dan dari terminal ini sewa ojek menuju pintu masuk Cisarua.
Catatan:
Informasi diatas berdasarkan kondisi Januari 2007, dan hanya merupakan referensi. TNGGP tidak akan bertanggungjawab bila ada perubahan rute, harga dan kondisi lainnya.
Hewan
Hutan tropis merupakan ekosistem yang sangat kaya, dan ketika
memasuki hutan, Anda pasti ingin melihat satwa apa saja yang ada
dihutan tersebut. Jika anda ingin melihat satwa di hutan, Anda harus
mempunyai waktu yang lebih banyak dan khusus, terutama bila Anda
memasuki hutan hujan pegunungan yang kaya dengan beragam flora dan
fauna.
Beberapa satwa bahkan spektakuler, misalnya kelompok serangga, yang berukuran kecil. Pengamatan daun-daun dengan cermat akan sangat menarik. Dengan binokuler dan dan buku petunjuk burung, Seorang pengamat burung dapat melakukan pengamatan perilaku berbagai jenis satwa, termasuk monyet, trenggiling, bajing, dll. Waktu yang cukup ideal untuk pengamatan adalah dini hari dan menjelang malam, karena waktu-waktu tersebut satwa cukup aktif.
Berikut ini merupakan penjelasan beberapa jenis satwa yang ada di TNGP. Jenis satwa akan diterangkan dengan nama latin, dan nama lokal satwa, dan penjelasan tentang frekwensi satwa ditemukan , sebagai berikut:
Frekwensi perjumpaan:
Sering terlihat ***
Kadang-kadang terlihat **
Jarang terlihat *
Burung
A baby Javan hawk-eagle: this bird can be frequently seen in TNGP
Kawasan TNGP terkenal dengan kekayaan jenis burung, dengan tercatat lebih 250 jenis burung ada di kawasan TNGP. Pengunjung yang suka mengamati burung (Bird watchers) dapat menghubungi petugas TNGP bila ingin melakukan pengamatan.
Elang / Eagles (Family ACCIPITRIDAE) ***
Ada 16 jenis elang, tercatat berada di kawasan TNGP. Jenis Elang yang paling sering ditemukan adalah elang berjambul (crested serpent). Elang ini berukuran sedang (50 cm) dengan kepala berjambul kecil dan ekor berwarna putih.
Selain itu terdapat burung pemangsa yaitu Elang Hitam, yang berukuran besar (70 cm) dengan bulu-bulu hitam. Elang hitam ini sering terlihat di sekitar Air Terjun Cibeureum. Sering berpasangan, dan diikuti oleh seekor anak, saling memanggil, dan terbang cukup rendah di atas pepohonan.
TNGP juga merupakan habitat bagi Elang Jawa yang langka. Elang ini berwarna creamy-buff dan berukuran besar (60 cm). Elang Jawa memiliki bulu jambul yang besar di bagian kepalanya. Walaupun langka dan sudah masuk kategori Endangered (E) dalam daftar IUCN (International Union for the Conservation of Nature), dan termasuk endemik Jawa Barat, namun satwa ini tidak sulit dijumpai. Elang jawa ini suka hinggap di dahan pohon yang terbuka dimana merupakan tempat ideal untuk melihat mangsanya, misalnya ayam hutan dan jenis mamalia kecil. Burung ini dikenal sebagai model dari lambang negara Indonesia ”Garuda”
Jenis burung lain: Burung hantu / Owls (order STRIGIFORMES) ***
Meninting / Fork tails (Enicurus spp.) ***
Tiung batu / Sunda whistling thrush (Myiophoneus glaucinus) ***
Javan gibbbon:
the world’s most endangered gibbon
Mamalia
Owa Jawa / Javan gibbon (Hylobates moloch) ***
Termasuk kategori Endangered menurut IUCN
Tubug Owa Jawa ditutupi rambut yang berwarna kecoklatana sampai keperakan atau kelabu, bagian atas kepala berwarna hitam, Muka seluruhnya berwarna hitam. Owa Jawa ini mudah dikenal terutama karena tidak berekor, sehingga tergolong kelompok kera (Apes), kelompok monyet mempunyai ekor.
Owa termasuk satwa monogami dan hanya mempunyai satu pasangan untuk seumur hidup. “Keluarga inti”, biasanya terdiri dari 2 jantan dan 2 remaja, dan sangat territorial. Tidak seperti jenis Owa lain, Owa Jawa Betina yang bersuara untuk mengontrol teritorialnya setiap pagi dengan melakukan kontes suara/bernyanyi. Nama Owa berasal dari vokalisasi Owa yang sangat khas yang bisa didengar di hutan-hutan habitat Owa.
Terdaftar dalam IUCN masuk dalam kategori Endangered. Owa Jawa sudah dilindungi melalui Peraturan Perundang-Undangan RI sejak tahun 1931. Seperti Owa lainnya, Owa Jawa juga sering dipelihara sebagai hewan peliharaan (Pet), dan dijual di pasar hewan. Namun, karena peraturan perlindungan satwa ini cukup ketat, perdagangan Owa sudah tidak dilakukan secara terang-terangan.
Jenis mamalia lain: Surili / Javan leaf monkey (Presbytis comata) *** IUCN listing Endangered
Trenggiling / Pangolin (Manis javanica) * Protected under Indonesian law
Macan tutul / Leopard (Panthera pardus) * IUCN listing Threatened
Bunglon: this lizard likes to sit quietly on places such as tree branch and rocks
Reptilia
Kadal / Lizards (Suborder SAURIA) ***
Sedikitnya ada 3 famili kadal dapat ditemukan di kawasan TNGP yaitu : tokek, yang sering terlihat dirumah-rumah; bengkarung, dan kadal pemanjat (the tree-climbing Agamids) .
Bunglon (Gonocephalus chamaeleontinus) / Bunglon **
Satwa ini sering menunjukkan ekspresi muka ketakutan. Seperti nama ilmiahnya, chameleons, satwa ini dapat mengubah warna tubuhnya: dari warna hijau sampai hitam/coklat. Anggapan salah bila dikatakan satwa ini beracun, sehingga bunglon seringsekali di bunuh. Tidak ada keluarga kadal di Asia Tenggara yang beracun.
Jenis kadal lain: Bunglon / False calotes lizard (Pseudocalotes tympanistriga) ***
Bengkarung / Skinks (Family SCINCIDAE) ***
Ular / Snakes (Suborder SERPENTES) **
Ular pada umumnya binatang yang pemalu dan lebih suka diam. Ular hanya menyerang jika terganggu. Walaupun, sangat jarang orang tergigit ular di dalam kawasan, tetapi lebih baik menghindari resiko ketika berhadapan dengan ular. Banyak jenis ular di dalam kawasan TNGP, ada yang berukuran kecil seperti cacing sampai ular besar Phyton, yang panjangnya bisa mencapai 10 m.
White-lipped frog is a good climber
Amfibi
Katak, Kodok /
Frogs, Toads Lizards (Order ANURA) ***
Jika anda ingin mencoba kehebatan anda dalam melakukan observasi, cobalah mencari katak/kodok. Hutan di TNGP banyak terdapat katak. Mereka hidup dibawah akar-akar pohon, didaun yang terapung di air, di atas pohon, di kumpulan air yang terdapat didasar daun pandan, dan disekitar rawa-rawa dan sungai.
White-lipped frog (Rana chalconota) ***
Ini adalah jenis katak yang ditemukan ditempat-tempat terbuka, mudah dikenali melalui bibir bawahnya yang putih. Katak bibir bawah putih ini tergolong pemanjat yang cukup baik, karena itu sering disebut sebagai katak pemanjat. Memiliki jari-jari kaki yang besar dan membulat di ujungnya, seperti penyangga untuk membantu memanjat dengan mengeluarkan cairan seperti lem. Seperti umumnya katak, jenis ini dapat merubah warna kulitnya: hijau ketika siang hari, coklat atau ungu ketika malam.
Jenis amfibi lain: Javan tree frog (Rhacophorus javanus)
Horned frog (Megophrys montana)
Gold-striped frog (Philautus aurifasciatus)
Beberapa satwa bahkan spektakuler, misalnya kelompok serangga, yang berukuran kecil. Pengamatan daun-daun dengan cermat akan sangat menarik. Dengan binokuler dan dan buku petunjuk burung, Seorang pengamat burung dapat melakukan pengamatan perilaku berbagai jenis satwa, termasuk monyet, trenggiling, bajing, dll. Waktu yang cukup ideal untuk pengamatan adalah dini hari dan menjelang malam, karena waktu-waktu tersebut satwa cukup aktif.
Berikut ini merupakan penjelasan beberapa jenis satwa yang ada di TNGP. Jenis satwa akan diterangkan dengan nama latin, dan nama lokal satwa, dan penjelasan tentang frekwensi satwa ditemukan , sebagai berikut:
Frekwensi perjumpaan:
Sering terlihat ***
Kadang-kadang terlihat **
Jarang terlihat *
Burung
A baby Javan hawk-eagle: this bird can be frequently seen in TNGP
Kawasan TNGP terkenal dengan kekayaan jenis burung, dengan tercatat lebih 250 jenis burung ada di kawasan TNGP. Pengunjung yang suka mengamati burung (Bird watchers) dapat menghubungi petugas TNGP bila ingin melakukan pengamatan.
Elang / Eagles (Family ACCIPITRIDAE) ***
Ada 16 jenis elang, tercatat berada di kawasan TNGP. Jenis Elang yang paling sering ditemukan adalah elang berjambul (crested serpent). Elang ini berukuran sedang (50 cm) dengan kepala berjambul kecil dan ekor berwarna putih.
Selain itu terdapat burung pemangsa yaitu Elang Hitam, yang berukuran besar (70 cm) dengan bulu-bulu hitam. Elang hitam ini sering terlihat di sekitar Air Terjun Cibeureum. Sering berpasangan, dan diikuti oleh seekor anak, saling memanggil, dan terbang cukup rendah di atas pepohonan.
TNGP juga merupakan habitat bagi Elang Jawa yang langka. Elang ini berwarna creamy-buff dan berukuran besar (60 cm). Elang Jawa memiliki bulu jambul yang besar di bagian kepalanya. Walaupun langka dan sudah masuk kategori Endangered (E) dalam daftar IUCN (International Union for the Conservation of Nature), dan termasuk endemik Jawa Barat, namun satwa ini tidak sulit dijumpai. Elang jawa ini suka hinggap di dahan pohon yang terbuka dimana merupakan tempat ideal untuk melihat mangsanya, misalnya ayam hutan dan jenis mamalia kecil. Burung ini dikenal sebagai model dari lambang negara Indonesia ”Garuda”
Jenis burung lain: Burung hantu / Owls (order STRIGIFORMES) ***
Meninting / Fork tails (Enicurus spp.) ***
Tiung batu / Sunda whistling thrush (Myiophoneus glaucinus) ***
Javan gibbbon:
the world’s most endangered gibbon
Mamalia
Owa Jawa / Javan gibbon (Hylobates moloch) ***
Termasuk kategori Endangered menurut IUCN
Tubug Owa Jawa ditutupi rambut yang berwarna kecoklatana sampai keperakan atau kelabu, bagian atas kepala berwarna hitam, Muka seluruhnya berwarna hitam. Owa Jawa ini mudah dikenal terutama karena tidak berekor, sehingga tergolong kelompok kera (Apes), kelompok monyet mempunyai ekor.
Owa termasuk satwa monogami dan hanya mempunyai satu pasangan untuk seumur hidup. “Keluarga inti”, biasanya terdiri dari 2 jantan dan 2 remaja, dan sangat territorial. Tidak seperti jenis Owa lain, Owa Jawa Betina yang bersuara untuk mengontrol teritorialnya setiap pagi dengan melakukan kontes suara/bernyanyi. Nama Owa berasal dari vokalisasi Owa yang sangat khas yang bisa didengar di hutan-hutan habitat Owa.
Terdaftar dalam IUCN masuk dalam kategori Endangered. Owa Jawa sudah dilindungi melalui Peraturan Perundang-Undangan RI sejak tahun 1931. Seperti Owa lainnya, Owa Jawa juga sering dipelihara sebagai hewan peliharaan (Pet), dan dijual di pasar hewan. Namun, karena peraturan perlindungan satwa ini cukup ketat, perdagangan Owa sudah tidak dilakukan secara terang-terangan.
Jenis mamalia lain: Surili / Javan leaf monkey (Presbytis comata) *** IUCN listing Endangered
Trenggiling / Pangolin (Manis javanica) * Protected under Indonesian law
Macan tutul / Leopard (Panthera pardus) * IUCN listing Threatened
Bunglon: this lizard likes to sit quietly on places such as tree branch and rocks
Reptilia
Kadal / Lizards (Suborder SAURIA) ***
Sedikitnya ada 3 famili kadal dapat ditemukan di kawasan TNGP yaitu : tokek, yang sering terlihat dirumah-rumah; bengkarung, dan kadal pemanjat (the tree-climbing Agamids) .
Bunglon (Gonocephalus chamaeleontinus) / Bunglon **
Satwa ini sering menunjukkan ekspresi muka ketakutan. Seperti nama ilmiahnya, chameleons, satwa ini dapat mengubah warna tubuhnya: dari warna hijau sampai hitam/coklat. Anggapan salah bila dikatakan satwa ini beracun, sehingga bunglon seringsekali di bunuh. Tidak ada keluarga kadal di Asia Tenggara yang beracun.
Jenis kadal lain: Bunglon / False calotes lizard (Pseudocalotes tympanistriga) ***
Bengkarung / Skinks (Family SCINCIDAE) ***
Ular / Snakes (Suborder SERPENTES) **
Ular pada umumnya binatang yang pemalu dan lebih suka diam. Ular hanya menyerang jika terganggu. Walaupun, sangat jarang orang tergigit ular di dalam kawasan, tetapi lebih baik menghindari resiko ketika berhadapan dengan ular. Banyak jenis ular di dalam kawasan TNGP, ada yang berukuran kecil seperti cacing sampai ular besar Phyton, yang panjangnya bisa mencapai 10 m.
White-lipped frog is a good climber
Amfibi
Katak, Kodok /
Frogs, Toads Lizards (Order ANURA) ***
Jika anda ingin mencoba kehebatan anda dalam melakukan observasi, cobalah mencari katak/kodok. Hutan di TNGP banyak terdapat katak. Mereka hidup dibawah akar-akar pohon, didaun yang terapung di air, di atas pohon, di kumpulan air yang terdapat didasar daun pandan, dan disekitar rawa-rawa dan sungai.
White-lipped frog (Rana chalconota) ***
Ini adalah jenis katak yang ditemukan ditempat-tempat terbuka, mudah dikenali melalui bibir bawahnya yang putih. Katak bibir bawah putih ini tergolong pemanjat yang cukup baik, karena itu sering disebut sebagai katak pemanjat. Memiliki jari-jari kaki yang besar dan membulat di ujungnya, seperti penyangga untuk membantu memanjat dengan mengeluarkan cairan seperti lem. Seperti umumnya katak, jenis ini dapat merubah warna kulitnya: hijau ketika siang hari, coklat atau ungu ketika malam.
Jenis amfibi lain: Javan tree frog (Rhacophorus javanus)
Horned frog (Megophrys montana)
Gold-striped frog (Philautus aurifasciatus)
Tumbuhan
Iklim dan jenis tanah di kawasan TNGP memberi pengaruh terhadap kondisi kehidupan tumbuhan di TNGP.
Kawasan Gunung Gede dan Pangrango merupakan kawasan yang terbasah di pulau Jawa, and sebagai konsekwensinya hutan di kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis flora. Bulan Desember – Maret merupakan bulan terbasah, dimana hujan turun hampir setiap hari. Tetapi antara Bulan Maret sampai September merupakan musim kering/kemarau, daun-daun kering banyak berjatuhan dan potensial untuk menyebabkan kebakaran, namun kelembaban lingkungan mikro hutan dan tanah mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Pada bagian pegunungan, temperatur udara semakin turun dan hutan sekitarnya sering ditutupi kabut, dan kelembaban udara yang rendah di daerah ini merupakan habitat ideal bagi tumbuhan pemanjat dan lumut.
Pada daerah yang lebih tinggi ketersedian dan kondisi udara semakin sedikit dan menipis, dan kelembaban makin rendah, serta ketersediaan nutrisi tanah juga sedikit. Hal ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan semakin rendah dan struktur hutan sudah tidak lengkap, tidak ada pohon tinggi. Ahli ekologi membuat klasifikasi ekosistem hutan di TNGP kedalam 3 tipe vegetasi berdasarkan ketinggian yaitu:
Montana Bawah / submontana
(1,000-1,500 m d.p.l.)
Montana (1,500-2,400 m d.p.l.)
Sub Alpin (2,400-3,019 m d.p.l)
Hutan Montane Bawah / submontana
Tipe vegetasi ini dapat ditemukan saat mulai memasuki kawasan TNGP. Terdapat jenis-jenis satwa dan tumbuhan pada hutan tipe ini, termasuk Owa Jawa dan si pohon raksasa Rasamala, yang merupakan jenis satwa dan tumbuhan yang habitatnya pada tipe hutan ini. Hal ini disebabkan karena tipe hutan ini mempunyai jenis vegetasi yang merupakan campuran antara vegetasi hutan dataran rendah dan hutan pegunungan sehingga seringkali disebut sebagai ekosistem sub montana.
Kondisi tanah di hutan montana dataran rendah biasanya dalam, basah, dan kaya dengan bahan-bahan organik dan partikel tanah yang subur seperti tanah liat, karena itu, pohon-pohon di hutan montana tumbuh lebih besar dan tinggi. Pohon-pohon dominan di hutan montana adalah saninten, dan kayu pasang dari famili FAGACEA.
Hutan montana
Zona ini disebut juga ”Hutan Pegunungan Atas”, berada pada ketinggian 1500 – 2400 m dpl. Ekoton antara vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas biasanya sangat jelas. Ada suatu perbedaan jelas yaitu: pohon-pohon agak semakin jarang sehingga mudah melihat ke dalam hutan, karena pandangan kita tidak terhalang oleh vegetasi bawah. Pendaki yang berhenti untuk istirahat seringkali merasa lebih dingin. Kebanyakan tumbuhan yang tumbuh pada ketinggian ini merupakan jenis tumbuhan pegunungan sejati, hidup pada kondisi iklim sedang.
Tajuk pohon di hutan pegunungan biasanya memiliki ketinggian yang sama, yaitu 20 meter, percabangan pohon lebih pendek dari cabang pohon di hutan sub montana. Pohon besar dan sangat tinggi sangat jarang, karena perakaran. Daun-daun umumnya kecil. Herba yang umumnya ditemukan di lantai hutan termasuk jenis yang digunakan sebagai tanaman hias yaitu Begonia, Impatiens dan Lobelia.
Hutan Sub Alpin
Hutan di zona sub alpin hanya terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan pohon-pohon kerdil, rapat dengan batang pohon yang kecil, dan lantai hutan dengan tumbuhan bawah yang jarang. Hanya ditemukan sedikit jenis vegetasi yang telah beradaptasi dengan lingkungan yang beriklim ekstrim, hal ini barangkali terkait dengan kondisi tanah yang miskin hara dengan jenis tanah berbatu (litosol).
Jenis pohon yang dominan di hutan ini adalah cantigi (Vaccinium varingiaefolium), dari keluarga ERICACEAE, dan dapat dengan mudah dijumpai disepanjang jalan setapak menuju kawah. Mirip dengan famili jenis Cantigi yang asal Eropa yaitu bilberry, cantigi juga mempunyai buah berry yang bisa dimakan. Daun cantigi muda juga mempunyai warna menarik yaitu merah bersinar yang memperindah hutan pegunungan, seperti halnya pohon puspa. Warna daun muda yang merah kemungkinan merupakan upaya tumbuhan untuk melawan sinar ultraviolet yang sangat ektrim.
You can carefully look for a tiny white flower of Argostemma montanum in the forest floor of submontane forest.
Rasamala, an emergent of the forest
Impatiens javanesis
above: due to high humidity, many epiphytes growing on trees
left: a flower of Lobelia montana
left:
flowers of Javan Edelweiss can be seen mostly around the crater of Mt. Gede and Alun-alun Suryakencana.
right:
dwarf forms of subalpine trees
left:
flowers and edible berries of cantigi. Young leaves have sour taste and also edible.
Jenis-jenis Anggrek di Gunung Gede-Pangrango
Terdapat lebih dari 200 jenis anggrek di kawasan TNGP; beberapa diantara merupakan jenis anggrek berbunga besar dan sangat indah, namun kebanyakan anggrek di TNGP merupakan jenis anggrek tanah dan kecil serta sangat sulit ditemukan. Kebanyakan anggrek pegunungan hanya tumbuh pada lingkungan yang basah dan lembab.
Trichoglottis pusilla: merupakan anggrek dengan bunga bearoma wangi, hidup di dataran rendah hutan pegunungan. Jenis ini hanya tumbuh pada ketinggian antara 1500 – 1700 m dpl. Juga ditemukan di Sumatera.
Cymbidium lancifolium: termasuk anggrek yang anggota Genus ini tersebar di Asia; Jenis-jenis anggrek dari genus ini tersebar mulai dari Indonesia sampai Jepang, dan didalam kawasan TNGP hidup di hutan hujan pegunungan rendah.
Dendrobium hasseltii: Jenis anggrek yang habitatnya di ketinggian, dan nama anggrek ini ”hasseltii” merupakan nama peneliti yang menemukannnya di Gunung Pangrango.
Kawasan Gunung Gede dan Pangrango merupakan kawasan yang terbasah di pulau Jawa, and sebagai konsekwensinya hutan di kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis flora. Bulan Desember – Maret merupakan bulan terbasah, dimana hujan turun hampir setiap hari. Tetapi antara Bulan Maret sampai September merupakan musim kering/kemarau, daun-daun kering banyak berjatuhan dan potensial untuk menyebabkan kebakaran, namun kelembaban lingkungan mikro hutan dan tanah mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Pada bagian pegunungan, temperatur udara semakin turun dan hutan sekitarnya sering ditutupi kabut, dan kelembaban udara yang rendah di daerah ini merupakan habitat ideal bagi tumbuhan pemanjat dan lumut.
Pada daerah yang lebih tinggi ketersedian dan kondisi udara semakin sedikit dan menipis, dan kelembaban makin rendah, serta ketersediaan nutrisi tanah juga sedikit. Hal ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan semakin rendah dan struktur hutan sudah tidak lengkap, tidak ada pohon tinggi. Ahli ekologi membuat klasifikasi ekosistem hutan di TNGP kedalam 3 tipe vegetasi berdasarkan ketinggian yaitu:
Montana Bawah / submontana
(1,000-1,500 m d.p.l.)
Montana (1,500-2,400 m d.p.l.)
Sub Alpin (2,400-3,019 m d.p.l)
Hutan Montane Bawah / submontana
Tipe vegetasi ini dapat ditemukan saat mulai memasuki kawasan TNGP. Terdapat jenis-jenis satwa dan tumbuhan pada hutan tipe ini, termasuk Owa Jawa dan si pohon raksasa Rasamala, yang merupakan jenis satwa dan tumbuhan yang habitatnya pada tipe hutan ini. Hal ini disebabkan karena tipe hutan ini mempunyai jenis vegetasi yang merupakan campuran antara vegetasi hutan dataran rendah dan hutan pegunungan sehingga seringkali disebut sebagai ekosistem sub montana.
Kondisi tanah di hutan montana dataran rendah biasanya dalam, basah, dan kaya dengan bahan-bahan organik dan partikel tanah yang subur seperti tanah liat, karena itu, pohon-pohon di hutan montana tumbuh lebih besar dan tinggi. Pohon-pohon dominan di hutan montana adalah saninten, dan kayu pasang dari famili FAGACEA.
Hutan montana
Zona ini disebut juga ”Hutan Pegunungan Atas”, berada pada ketinggian 1500 – 2400 m dpl. Ekoton antara vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas biasanya sangat jelas. Ada suatu perbedaan jelas yaitu: pohon-pohon agak semakin jarang sehingga mudah melihat ke dalam hutan, karena pandangan kita tidak terhalang oleh vegetasi bawah. Pendaki yang berhenti untuk istirahat seringkali merasa lebih dingin. Kebanyakan tumbuhan yang tumbuh pada ketinggian ini merupakan jenis tumbuhan pegunungan sejati, hidup pada kondisi iklim sedang.
Tajuk pohon di hutan pegunungan biasanya memiliki ketinggian yang sama, yaitu 20 meter, percabangan pohon lebih pendek dari cabang pohon di hutan sub montana. Pohon besar dan sangat tinggi sangat jarang, karena perakaran. Daun-daun umumnya kecil. Herba yang umumnya ditemukan di lantai hutan termasuk jenis yang digunakan sebagai tanaman hias yaitu Begonia, Impatiens dan Lobelia.
Hutan Sub Alpin
Hutan di zona sub alpin hanya terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan pohon-pohon kerdil, rapat dengan batang pohon yang kecil, dan lantai hutan dengan tumbuhan bawah yang jarang. Hanya ditemukan sedikit jenis vegetasi yang telah beradaptasi dengan lingkungan yang beriklim ekstrim, hal ini barangkali terkait dengan kondisi tanah yang miskin hara dengan jenis tanah berbatu (litosol).
Jenis pohon yang dominan di hutan ini adalah cantigi (Vaccinium varingiaefolium), dari keluarga ERICACEAE, dan dapat dengan mudah dijumpai disepanjang jalan setapak menuju kawah. Mirip dengan famili jenis Cantigi yang asal Eropa yaitu bilberry, cantigi juga mempunyai buah berry yang bisa dimakan. Daun cantigi muda juga mempunyai warna menarik yaitu merah bersinar yang memperindah hutan pegunungan, seperti halnya pohon puspa. Warna daun muda yang merah kemungkinan merupakan upaya tumbuhan untuk melawan sinar ultraviolet yang sangat ektrim.
You can carefully look for a tiny white flower of Argostemma montanum in the forest floor of submontane forest.
Rasamala, an emergent of the forest
Impatiens javanesis
above: due to high humidity, many epiphytes growing on trees
left: a flower of Lobelia montana
left:
flowers of Javan Edelweiss can be seen mostly around the crater of Mt. Gede and Alun-alun Suryakencana.
right:
dwarf forms of subalpine trees
left:
flowers and edible berries of cantigi. Young leaves have sour taste and also edible.
Jenis-jenis Anggrek di Gunung Gede-Pangrango
Terdapat lebih dari 200 jenis anggrek di kawasan TNGP; beberapa diantara merupakan jenis anggrek berbunga besar dan sangat indah, namun kebanyakan anggrek di TNGP merupakan jenis anggrek tanah dan kecil serta sangat sulit ditemukan. Kebanyakan anggrek pegunungan hanya tumbuh pada lingkungan yang basah dan lembab.
Trichoglottis pusilla: merupakan anggrek dengan bunga bearoma wangi, hidup di dataran rendah hutan pegunungan. Jenis ini hanya tumbuh pada ketinggian antara 1500 – 1700 m dpl. Juga ditemukan di Sumatera.
Cymbidium lancifolium: termasuk anggrek yang anggota Genus ini tersebar di Asia; Jenis-jenis anggrek dari genus ini tersebar mulai dari Indonesia sampai Jepang, dan didalam kawasan TNGP hidup di hutan hujan pegunungan rendah.
Dendrobium hasseltii: Jenis anggrek yang habitatnya di ketinggian, dan nama anggrek ini ”hasseltii” merupakan nama peneliti yang menemukannnya di Gunung Pangrango.
Penutupan Pendakian Bulan Agustus
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango No. SK.195/11-TU/3/2013 tanggal 18 Juli 2013, bahwa Dalam rangka pencegahan bahaya kebakaran hutan dan pemulihan ekosistem hutan mulai tanggal 1 Agustus sampai dengan 31 Agustus 2013, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menutup kegiatan pendakian untuk umum.
Tujuan dari penutupan ini salah satunya adalah informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika bahwa pada bulan Agustus 2013 cuaca diperkirakan memasuki musim kemarau, sehingga dipandang perlu adanya langkah-langkah antisipatif dalam rangka pencegahan bahaya kebakaran hutan.
Sehubungan dengan hal tersebut, diminta kepada seluruh pendaki agar mentaati peraturan tersebut, dan kepada seluruh pegawai dan masyarakat dimohon kesediannya untuk menyebarluaskan informasi ini.
Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango merupakan kawasan yang memiliki nilai penting bagi
kehidupan masyarakat, oleh karena itu kepada seluruh masyarakat
khususnya para pendaki agar selalu menjaga keutuhan dan kebersihan
kawasan ini dengan mentaati peraturan pendakian yang telah ditetapkan
oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Penutupan Kawasan Taman Nasional Gede Pangrango
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Nomor. SK. 363/11-TU/3/2013 tanggal 6 Desember 2013, dalam rangka pemulihan kondisi ekosistem kawasan Mulai Tanggal 31 Desember Sampai Dengan 31 Maret, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menutup kegiatan pendakian untuk umum.
Tujuan dari penutupan ini adalah dalam rangka mempertahankan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, selain itu berdasarkan pengamatan pola perkembangan cuaca yang memasuki musim hujan merupakan kondisi yang sangat baik bagi berkembangbiaknya satwa dan tumbuhan, serta sebagai upaya untuk keamanan pengunjung pendakian, sehingga perlu dilakukan pengendalian kerusakan hutan dan langkah-langkah
antisipatif terhadap segala bentuk gangguan, ancaman dan hambatan yang
dapat menimbulkan bahaya bagi upaya pelestarian kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Sehubungan dengan hal tersebut, diminta kepada seluruh pendaki agar mentaati peraturan tersebut, dan kepada seluruh
pegawai Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango diminta untuk
mensosialisasikan Keputusan ini kepada seluruh lapisan masyarakat dan
dapat melaksanakan dengan rasa penuh tanggung jawab.
Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango merupakan kawasan yang memiliki nilai penting bagi
kehidupan masyarakat, oleh karena itu kepada seluruh masyarakat
khususnya para pendaki agar selalu menjaga keutuhan dan kelestarian
kawasan ini dengan mentaati peraturan pendakian yang telah ditetapkan
oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Nama Nama Taman Nasional Di Indonesia
50 TAMAN NASIONAL DI
INDONESIA
![]() |
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi (pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun 1990).
Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 1 butir 13 UU No. 5 Tahun 1990). Berikut ini daftar Taman Nasional yang ada di Indonesia (anda dapat klik setiap kawasan berdasarkan pulau pada peta diatas) : |
Sejarah Letusan Pertama Gunung Gede Pangrango
Letusan gunung gede pertama kali terjadi tahun 1747/1748. Letusan
yang terjadi sangat hebat dan menyebabkan 2 aliran lava bergerak dari
Kawah Lanang. Letusan yang terjadi tidak biasa, karena letusan gunung
ini hanya mengeluarkan lava seperti aliran lava dalam 250 tahun lalu.
Kemungkinan aliran lava yang terjadi sepanjang 2 km, yang merupakan
penyebab terbentuknya sumber Air Panas yang saat ini ada.
Terjadi beberapa kali letusan kecil (1761, 1780, dan 1832), gunung Gede kemudian ”tertidur” hampir 100 tahun. Kemudian, jam 3 pagi pada tanggal 12 November 1840 terjadi sebuah letusan yang besar dan sangat tiba-tiba yang membangunkan desa-desa disekitarnya dengan goncangan yang hebat dan disertai semburan api setinggi 50 m diatas kawah. Kepulan asap dari semburan gas disemburkan dan semburan tersebut berhenti sebelum sampai di Kebun Raya Cibodas. Masyarakat di Cipanas mengungsi. Pada hari berikutnya, tanggal 14 November, batu-batu besar yang berdiameter 1 meter lebih, disemburkan keudara. Sebuah batu yang berukuran sangat besar mendarat di Cibeureum dengan saat kuatnya yang menyebabkan terbentuknya kawah sedalam 4 m. Sekitar tanggal 1 Desember tahun 1840, letusan disertai hujan abu disemburkan sangat tinggi mencapai 200 m diatas puncak Gede. Salah satu letusan yang sangat hebat terjadi pada tanggal 11 Desember: letusan sangat intens terjadi dan mengeluarkan hujan abu yang menutupi cahaya matahari dan gemuruh besar yang seringkali terjadi seperti halnya energi statis pada abu diberi listrik sehingga mengeluarkan energi. Aktivitas letusan akhirnya berhenti pada bulan Maret tahun 1841, ketika Hasskarl seorang peneliti, dapat mengamati dan melihat dari dekat kerusakan dan kehancuran yang terjadi. Seluruh pohon-pohon dihutan termasuk tumbuhan bawah terutama di bagian puncak di atas dari Air Panas hancur, sebagian terbakar, dan umumnya hancur akibat guncangan vulkanik yang sangat hebat akibat letusan.
Letusan
kecil-kecil sebanyak 24 kali terjadi setelah itu dalam kurun waktu 150
tahun, yang umumnya terjadi secara secara tidak teratur. Misalnya,
tahun 1852 terjadi letusan yang menghancurkan penginapan di Kandang
Badak akibat diterjang batu yang sangat besar; tahun 1886 terjadi
letusan yang disertai oleh hujan abu setebal 50 cm disemburkan sampai
sejauh 500 meter dari kawah, menghancurkan hampir seluruh vegetasi.
Tahun 1940/1950 beberapa kali terjadi letusan kecil-kecil. Tahun 1957
merupakan letusan gunung Gede yang terakhir, namun ini bukan merupakan
hal yang melegakan, karena semakin lama suatu gunung tidak aktif, dan
bila terjadi letusan, akan merupakan letusan yang sangat besar dan
hebat. So, BE AWARE!!!!.
Terjadi beberapa kali letusan kecil (1761, 1780, dan 1832), gunung Gede kemudian ”tertidur” hampir 100 tahun. Kemudian, jam 3 pagi pada tanggal 12 November 1840 terjadi sebuah letusan yang besar dan sangat tiba-tiba yang membangunkan desa-desa disekitarnya dengan goncangan yang hebat dan disertai semburan api setinggi 50 m diatas kawah. Kepulan asap dari semburan gas disemburkan dan semburan tersebut berhenti sebelum sampai di Kebun Raya Cibodas. Masyarakat di Cipanas mengungsi. Pada hari berikutnya, tanggal 14 November, batu-batu besar yang berdiameter 1 meter lebih, disemburkan keudara. Sebuah batu yang berukuran sangat besar mendarat di Cibeureum dengan saat kuatnya yang menyebabkan terbentuknya kawah sedalam 4 m. Sekitar tanggal 1 Desember tahun 1840, letusan disertai hujan abu disemburkan sangat tinggi mencapai 200 m diatas puncak Gede. Salah satu letusan yang sangat hebat terjadi pada tanggal 11 Desember: letusan sangat intens terjadi dan mengeluarkan hujan abu yang menutupi cahaya matahari dan gemuruh besar yang seringkali terjadi seperti halnya energi statis pada abu diberi listrik sehingga mengeluarkan energi. Aktivitas letusan akhirnya berhenti pada bulan Maret tahun 1841, ketika Hasskarl seorang peneliti, dapat mengamati dan melihat dari dekat kerusakan dan kehancuran yang terjadi. Seluruh pohon-pohon dihutan termasuk tumbuhan bawah terutama di bagian puncak di atas dari Air Panas hancur, sebagian terbakar, dan umumnya hancur akibat guncangan vulkanik yang sangat hebat akibat letusan.

Sejarah Gunung Gede Pangrango Dan Legenda TNGGP
Gunung Gede Pangrango ditetapkan sebagai salah satu dari 5
taman nasional pertama di Indonesia oleh pemerintah Indonesia melalui
Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 1980.
Sejarah
awal konservasi di kawasan ini hanya sedikit diketahui, walaupun hutan
dan gunung merupakan bagian dari legenda-legenda di tanah Sunda.
Tampaknya ada jalur sejarah dari kota tua Cianjur sampai Bogor melalui
Cipanas. Bagian lereng pegunungan yang rendah, tidak rata dan
berteras-teras dulunya digunakan untuk pertanian dengan pergiliran
tanaman.
Dikenalkannya tanaman teh sebagai tanaman perkebunan memberikan dampak nyata bagi kawasan ini. Teh varietas Jepang telah ditanam sejak tahun 1728, dan perkebunan ini terbentang mulai dari Ciawi sampai Cikopo di tahun 1835. Kemudian, tahun 1878, teh Assam diperkenalkan dan tumbuh dengan sangat baik, menyebabkan ekonomi dan kondisi lingkungan di kampung-kampung dilereng pegunungan berubah.
Sejarah panjang kegiatan konservasi dan penelitian dimulai sejak tahun 1830 dengan terbentuknya kebun raya kecil di dekat Istana Gubernur Jenderal Kolonial Belanda di Cipanas, dan kemudian kebun raya kecil ini diperluas sehingga menjadi Kebun Raya Cibodas sekarang ini. Pemerintahan Kolonial Belanda sangat antusias untuk meningkatkan tanaman-tanaman penting dan bernilai ekonomis serta perkebunan komersial, sehingga dibanguna suatu stasiun penelitian dan percobaan pertanian di dataran tinggi ini. Tidak lama setelah itu, botanis-botanis lokal kemudian mulai tertarik untuk meneliti keanekaragaman tumbuhan disekitar pegunungan ini. Abad 19 merupakan masa-masa terbesar dan penting dalam sejarah koleksi tumbuhan , dan Cibodas menjadi salah satu lokal koleksi tumbuhan saat itu.
Tahun 1889, areal hutan antara Kebun Raya Cibodas dan Air Panas ditetapkan sebagai Cagar Alam. Setelah tahun 1919, suatu kawasan cagar alam ditetapkan. Komitmen utama dimulai tahun 1978, ketika kawasan seluas 14,000 hektar, yang terdiri dari 2 puncak utama dan lerengnya yang luas, ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Gunung Gede Pangrango. Akhirnya, tahun 1980, seluruh kawasan terpisah-pisah ini digabung menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Legenda dan Kepercayaan
Pencarian
sampai bagian dari kawasan Gunung Gede dan Pangrango yang terdalam,
anda tidak akan terkejut untuk menemukan bahwa kawasan ini kaya dengan
sejarah dan legenda. Cerita-cerita tersebut menjadi kunci kepada
kekaguman kita terhadap gunung ini.
Di Cibeureum, ada suatu batu besar di air terjun Cikundul. Menurut legenda setempat, tempat formasi batu tersebut berada dahulu merupakan tempat dimana seorang yang dipercayai sangat sakti sedang bersila dan melakukan meditasi, saking lamanya bersila dan meditasi, akhirnya orang sakti tersebut berubah menjadi batu. Pada hari kiamat, dipercayai bahwa dia akan berubah wujud menjadi manusia kembali. Dalam cerita ini, kejadian alam dan spritual tidak dapat dipisahkan.
Dikenalkannya tanaman teh sebagai tanaman perkebunan memberikan dampak nyata bagi kawasan ini. Teh varietas Jepang telah ditanam sejak tahun 1728, dan perkebunan ini terbentang mulai dari Ciawi sampai Cikopo di tahun 1835. Kemudian, tahun 1878, teh Assam diperkenalkan dan tumbuh dengan sangat baik, menyebabkan ekonomi dan kondisi lingkungan di kampung-kampung dilereng pegunungan berubah.
Sejarah panjang kegiatan konservasi dan penelitian dimulai sejak tahun 1830 dengan terbentuknya kebun raya kecil di dekat Istana Gubernur Jenderal Kolonial Belanda di Cipanas, dan kemudian kebun raya kecil ini diperluas sehingga menjadi Kebun Raya Cibodas sekarang ini. Pemerintahan Kolonial Belanda sangat antusias untuk meningkatkan tanaman-tanaman penting dan bernilai ekonomis serta perkebunan komersial, sehingga dibanguna suatu stasiun penelitian dan percobaan pertanian di dataran tinggi ini. Tidak lama setelah itu, botanis-botanis lokal kemudian mulai tertarik untuk meneliti keanekaragaman tumbuhan disekitar pegunungan ini. Abad 19 merupakan masa-masa terbesar dan penting dalam sejarah koleksi tumbuhan , dan Cibodas menjadi salah satu lokal koleksi tumbuhan saat itu.
Tahun 1889, areal hutan antara Kebun Raya Cibodas dan Air Panas ditetapkan sebagai Cagar Alam. Setelah tahun 1919, suatu kawasan cagar alam ditetapkan. Komitmen utama dimulai tahun 1978, ketika kawasan seluas 14,000 hektar, yang terdiri dari 2 puncak utama dan lerengnya yang luas, ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Gunung Gede Pangrango. Akhirnya, tahun 1980, seluruh kawasan terpisah-pisah ini digabung menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Legenda dan Kepercayaan
Di Cibeureum, ada suatu batu besar di air terjun Cikundul. Menurut legenda setempat, tempat formasi batu tersebut berada dahulu merupakan tempat dimana seorang yang dipercayai sangat sakti sedang bersila dan melakukan meditasi, saking lamanya bersila dan meditasi, akhirnya orang sakti tersebut berubah menjadi batu. Pada hari kiamat, dipercayai bahwa dia akan berubah wujud menjadi manusia kembali. Dalam cerita ini, kejadian alam dan spritual tidak dapat dipisahkan.
Langganan:
Postingan (Atom)