Klub yang berdiri sejak zaman kolinial belanda ini memiliki suporter
yang fanatik yakni Viking dan bobotoh. Klub yang identik dengan warna
kostum kebanggan berwarna biru dan berlogo macan ini memang menjadi
salah satu tim kuat di Indonesia Super League. Catatan prestasi tim ini
relatif stabil di papan atas sepak bola Indonesia, sejak era
Perserikatan sampai ke Liga Indonesia masa kini.
Berikut ini Kumpulan Sejarah akan menginformasikan kepada Sobat Pecinta Bola Indonesia tentang Sejarah, Profil, dan Prestasi Persib Bandung secara lengkap.
SEJARAH PERSIB BANDUNG
Berikut ini Kumpulan Sejarah akan menginformasikan kepada Sobat Pecinta Bola Indonesia tentang Sejarah, Profil, dan Prestasi Persib Bandung secara lengkap.
SEJARAH PERSIB BANDUNG
Ketika pertama kali didirikan sekitar tahun 1923, Persib dikenal dengan nama Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond [BIVB] yang merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega di depan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan di luar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara Jakarta.
Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB [Persebaya], MIVB [sekarang PPSM Magelang], MVB [PSM Madiun], VVB [Persis Solo], PSM [PSIM Yogyakarta] turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia, yakni Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung [PSIB] dan National Voetball Bond [NVB]. Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib.
Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepakbola yang dimotori orang-orang Belanda, yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken [VBBO]. Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib, dan dianggap perkumpulan kelas dua. Persib memenangkan perang dingin dan menjadi perkumpulan sepakbola satu-satunya di Bandung dan sekitarnya.
Klub-klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNI dan Sidolig pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding, yakni Lapangan UNI dan Sidolig [kini Stadion Persib], dan Lapangan Sparta [kini Stadion Siliwangi].
Sejarah Persib Bandung bermula pada tahun 1923 yang ditandai dengan berdirinya sebuah organisasi perjuangan kaum nasionalis di Kota Bandung. Organisasi itu bernama Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). Organisasi ini diketuai oleh Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh seorang putra pejuang wanita asal Kota Bandung yang bernama Dewi Sartika. Putra Dewi Sartika tersebut bernama R. Atot.
Entah karena faktor apa, BIVB kemudian menghilang begitu saja. Akan tetapi, pada waktu itu juga berdiri dua perkumpulan lain. Perkumpulan tersebut bernama Persatuan Sepak Bola Indonesia bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Akhirnya pada tanggal 14 Maret 1933 kedua organisasi tersebut menyepakati untuk meleburkan diri dan berganti nama menjadi PERSIB dengan ketua umumnya bernama Anwar St. Pamoentjak.
Dengan nama baru Persib ini, warga Kota Bandung begitu antusias untuk membesarkan perkumpulan sepak bola asal Kota Kembang ini. Dengan begitu banyaknya klub-klub yang bergabung ke dalam Persib. Seperti klub SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, RAN, OVU, JOP, MALTA dan masih banyak lagi yang lainnya.
Persib Bandung Era Perserikatan

Dalam Sejarah Persib, untuk pertama kalinya klub ini mengikuti Liga Perserikatan di tahun tersebut. Tahun 1933 menjadi tahun istimewa dalam sejarah Persib Bandung, karena di samping sebagai tahun lahirnya Persib, tahun itu juga menjadi tahun yang berkesan bagi Persib dengan menjadi runner up di Liga Perserikatan yang pertama kali diikutinya. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1934 dan tahun 1936 Persib pun memperoleh gelar runner up. Dan pada tahun 1939 yang bertempat di Solo akhirnya Persib menjadi juara untuk pertama kalinya di Liga Perserikatan.
Kemudian setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, pada tahun 1950 PSSI sebagai induk persepakbolaan Indonesia mengadakan kongres PSSI yang bertempat di Semarang, Jawa Tengah. Hasil kongres tersebut masih tetap menerapkan Kompetisi denagn label Perserikatan. Persib yang pada tahun tersebut dihuni oleh pemain-pemain seperti Aang Witarsa, Andaratna, Amung, Ganda, Freddy Timisela, Sundawa, Toha, Leepel, Smith, Jahja dan Wagiman hanya mampu meraih posisi kedua setelah kalah bersaing dengan Persebaya Surabaya.
Prestasi Persib terus meningkat, karena di tahun 1955 sampai dengan 1957 ada sebagian pemain persib, yaitu Aang Witarsa dan Ade Dana menjadi wakil Persib untuk Tim Nasional untuk berlaga di kejuaraan olahraga dunia yaitu Olimpiade. Pesta olahraga terbesar dunia tersebut berlangsung di Melbourne, Australia pada tahun 1956. Dalam ajang Olimpiade tersebut Tim Nasional Indonesia berhasil menahan imbang Uni Sovyet yang memaksa mesti bertanding ulang, dan pada pertandingan ulang tersebut Indonesia menelan kekalahan telak dengan skor 4-0.
Tahun demi tahun dilalui Persib, hal ini semakin membuat Persib makin disegani oleh orang Sunda. Tahun 1961 Persib kembali menorehkan prestasi yang membanggakan warga Bandung dengan menjadi juara perserikatan untuk yang kedua kalinya setelah berhasil menaklukkan PSM Ujungpandang. Pada saat itu pemain Persib dihuni oleh Juju (kiper), Simon Hehanusa, Fatah Hidayat, Hermanus, Udin, Ishak, Iljas, Hadede, Rukma, Sunarto, , Tjhaiang, Ade Dana, Hegki Timisela, Wowo Sunaryo, Omo Suratmo, Nazar, Pietje Timisela, Thio Him, Suhendar dan lain-lain. Dengan perolehan prestasinya itu akhirnya Persib ditunjuk PSSI untuk mewakili PSSI di ajang kejuaraan sepak bola di Pakistan pada tahun 1962. Dan yang menjadi bintang Persib dalam kejuaraan tersebut adalah Emen Suwarman seorang guru pada waktu jaman itu.
Semakin kesini, prestasi Persib mengalami naik turun. Di ajang Liga Perserikatan pun Persib gagal mempertahankan gelarnya. Yang pada akhirnya sekitar tahun 70-an Persib mengalami masa sulit dan miskin akan prestasi. Di era ini pula Persib untuk pertama kalinya tersingkir dari persaingan di kompetisi Perserikatan. Persib harus terdegradasi ke Divisi I kompetisi Perserikatan.
Akan tetapi di tahun 1984 Persib kembali bangkit dan tidak tinggal diam. Di bawah kepemimpinan Marek lahirlah bintang-bintang Persib yang kembali menerangi Kota Bandung. Bintang-bintang tersebut sebutlah seperti Robby Darwis, Adeng Hudaya, Adjat Sudrajat, Suryamin, Dede Iskandar, Iwan Sunarya, dll. Hasil polesan pelatih asal Ceko ini, Persib kembali ke jalur juara, walaupun di pertandingan final Persib harus mengakui keunggulan lawannya yaitu PSMS Medan.
Di tahun 80-an ini juga persib mengadakan pergantian ketua umum, tepatnya pada tahun 1985. Posisi ketua umum semula Solihin GP digantikan oleh ketua umum yang baru yang bernama Ateng Wahyudi. Dengan harapan baru, yaitu kembali menuju ke tangga juara di bawah pimpinan Ateng Wahyudi. Hingga pada akhirnya harapan yang dinantikan public sepak bola Bandung akhirnya terwujud setelah Persib menjuarai kembali kompetisi Perserikatan pada tahun 1986 di bawah asuhan pelatih Nandar Iskandar. Persib meraih juara setelah di final menghempaskan Perseman Manokwari dengan skor tipis 1-0 melalui gol tunggal yang dicetak Djadjang Nurdjaman di Stadion Senayan, Jakarta.
Dalam Sejarah Persib di era tahun 90-an, pada kompetisi 1991-1992 persib gagal mempertahankan gelar juaranya di era 80-an. Persib hanya berhasil masuk ke babak semifinal setelah dikalahkan PSM dengan skor 2-1. Selang setahun kemudia Persib kembali mengadakan pergantian ketua umum. Tahun 1993 Wahyu Hamijaya terpilih sebagau ketua umum menggantikan Ateng Wahyudi. Pergantian ketua umum ini juga memberikan efek positif bagi Persib.
Pada kompetisi Perserikatan 1993-1994 yang sekaligus menjadi kompetisi penutupan perserikatan ini persib menutupnya dengan menjadi kampiun atau juara kompetisi perserikatan terakhir. Persib berhasil menumbangkan PSM dengan skor 2-0 lewat gol yang dicetak oleh Yudi Guntara dan Sutiono. Persib pun berhak mengunci Piala Presiden untuk selamanya, karena kompetisi yang berikutnya akan berubah nama menjadi Liga Indonesia dengan pesertanya klub-klub yang berasal dari Perserikatan dan Galatama.
Nah, demikianlah pembahasan seputar Sejarah Persib Bandung yang disampaikan Tim Jadwal Persib. Semoga artikel ini mampu memberikan wawasan tambahan bagi para bobotoh dan viking, sehingga semakin mencintai persepakbolaan Kota bandung, terlebih pada Persib Bandung. Semoga Bermanfaat.
CATATAN PRESTASI PERSIB BANDUNG
Perserikatan
1933: Runner-up
1934: Runner-up
1936: Runner-up
1937: Juara
1950: Runner-up
1959: Runner-up
1960: Runner-up
1982/83: Runner-up
1984/85: Runner-up
1961: Juara
1986: Juara
1990: Juara
1993/94: Juara
Liga Indonesia
1995/96: 12 Besar
1996/97: Delapan Besar
1997/98: kompetisi dihentikan
1998/99: Peringkat ke-3 (Tiga Wilayah Sub Grup)
1999/00: Peringkat ke-8 Wilayah Barat
2001: Delapan Besar
2002: Peringkat ke-9 Wilayah Barat
2003: Juara Grup Play-Off (lolos dari degradasi)
2004: Peringkat ke-6
2005: Peringkat ke-5 Wilayah Barat
2006: Peringkat 12 Wilayah Barat
2007: Peringkat 5 Wilayah Barat
Superliga Indonesia
2008/09: Peringkat ke-3
2009/10: Peringkat ke-4
Kompetisi Lainnya
1991: Juara Piala Persija
1995: Perempat-Final Piala Champions Asia (Asian Club Championship)
2008: Juara Piala Kang Dada
Sebelum bernama Persib Bandung,
di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB) pada
sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan
kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah
Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi
Sartika, yakni R. Atot.
Atot pulalah yang tercatat sebagai Komisaris Daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega di depan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan di luar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara, Jakarta. Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (sekarang Persebaya), MIVB (PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), dan PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta. BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub-klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis. Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang-orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah-olah Persib merupakan perkumpulan "kelas dua". VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan-pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib ketika itu sering dilakukan di pinggiran Bandung, seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang di dalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan di pusat kota, UNI dan SIDOLIG. Persib memenangkan "perang dingin" dan menjadi perkumpulan sepak bola satu-satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung di bawah VBBO seperti UNI dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO (sempat berganti menjadi PSBS sebagai suatu strategi) kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini Stadion Siliwangi). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung. Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang, kegiatan persepak bolaan yang dinaungi organisasi dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga di seluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai. Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun. Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar di berbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu prajurit-prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta. Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi. Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, dekade 1950-an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah-pindah sekretariat. Wali Kota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R. Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame. Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985. Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76. Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama. Sebagai tim yang dikenal baik, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Ajat Sudrajat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nur'alim, Yaris Riyadi hingga generasi Erik Setiawan dan Eka Ramdani merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persib.Sampai saat ini Persib Bandung adalah tim Indonesia yang bisa di bilang paling dibanggakan oleh Indonesia karena prestasi dan kemampuannya.
Atot pulalah yang tercatat sebagai Komisaris Daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega di depan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan di luar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara, Jakarta. Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (sekarang Persebaya), MIVB (PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), dan PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta. BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub-klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis. Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang-orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah-olah Persib merupakan perkumpulan "kelas dua". VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan-pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib ketika itu sering dilakukan di pinggiran Bandung, seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang di dalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan di pusat kota, UNI dan SIDOLIG. Persib memenangkan "perang dingin" dan menjadi perkumpulan sepak bola satu-satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung di bawah VBBO seperti UNI dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO (sempat berganti menjadi PSBS sebagai suatu strategi) kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini Stadion Siliwangi). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung. Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang, kegiatan persepak bolaan yang dinaungi organisasi dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga di seluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai. Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun. Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar di berbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu prajurit-prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta. Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi. Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, dekade 1950-an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah-pindah sekretariat. Wali Kota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R. Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame. Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985. Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76. Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama. Sebagai tim yang dikenal baik, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Ajat Sudrajat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nur'alim, Yaris Riyadi hingga generasi Erik Setiawan dan Eka Ramdani merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persib.Sampai saat ini Persib Bandung adalah tim Indonesia yang bisa di bilang paling dibanggakan oleh Indonesia karena prestasi dan kemampuannya.
Baccarat Strategy: What is the Best Way To Win at
BalasHapusThere 메리트카지노 is a variety of games to play but the main reason is that worrione they are so popular is that 바카라사이트 they can take you on a big variety of games. One of the